Oleh : Wakyudi, SP.M.Si
Pemimpin muda kata yang terdengar sangat hebat dan
berpengaruh. Menjadi pemimpin di usia muda adalah sesuatu yang pastinya
membanggakan. Ditangannya lah nasib apa yang dipimpinnya, tanggungjawabnya
begitu besar disaat usianya masih tergolong sebagai pemuda. Masa muda yang dicap
sebagai masa untuk bersenang-senang kini tak bisa dibuktikan. Sebenarnya, jika
konteksnya adalah menjadi seorang pemimpin, muda dan tua sama saja. Sama-sama
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Tanggal 28 Oktober 1928 yang lalu, sejarah bangsa ini barangkali
diawali oleh sekelompok pemuda dengan visi besarnya membangun kesadaran cinta
tanah airnya, akhirnya mendeklarasikan sebuah janji, yang kemudian terkenal
dengan sebutan sumpah pemuda. Ya, sumpah pemuda yang pada tahun ini sudah 82
diperingati. Namun, pemuda – pemuda visioner dan idealis ketika itu, barangkali
saat ini berganti dengan pemuda Indonesia yang berkarakter pragmatis. Sejarah
mencatat bahwa generasi muda adalah generasi pahlawan yang memberikan solusi
konkret bagi perbaikan masyarakat, bangsa dan Negara. Kalau kita lihat lagi
kebelakang, banyak pemuda – pemuda yang memberikan inspirasi tentang jiwa
kepahlawanannya, jiwa patriotism yang diiringi dengan semangat membara,
optimis, dan pantang menyerah. Kepemimpinan pemuda saat ini sangat di butuhkan
terapi proses pembangunan bangsa dan negara. Berbagai masalah kehidupan bangsa
Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin pemberani dan ekstra. Namun pada
kenyataannya bangsa ini sedang krisis kepemimpinan terlebih kepemimpinan kaum
muda
Bangsa ini
sedang terkena penyakit akut bernama korupsi. Menurut data dari Transperency Internationial, Indonesia
bersama Kenya menempati urutan keenam dalam kategori kasus korupsi. Bahkan disalah
satu institusi yang seharusnya tidak terjadi praktik korupsi dan suap, tetapi
terkadang malah terjadi. Dari aspek kesejahteraan rakyat, Indonesia masih jauh
dari layak. Angka pengangguran masih tinggi. Demikian dengan kualitas sumber
daya manusia. Berdasarkan hasil survey Human Development Index (HDI) atau
indeks pembangunan manusia di 179 negara didunia, Indonesia hanya menempati
urutan ke 109. Sedikit gambaran, bahwa indicator penilaian HDI adalah dengan
mempertimbangkan 4 dimensi dasar manusia, yaitu usia, pola hidup sehat,
pendidikan, dan standar penghidupan yang layak. Dari empat dasar tersebut,
Indonesia semuanya masih rendah.
Perspektif Peran Pemuda dalam Pembangunan
Perspektif Peran Pemuda dalam Pembangunan
Dalam kosakata bahasa Indonesia,
pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda yang memiliki
terminologi beragam. Untuk menyebut pemuda, digunakan istilah young human resources sebagai salah satu
sumber pembangunan. Mereka adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek
pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan
keterampilan yang didukung penguasaan iptek untuk dapat maju dan berdiri dalam
keterlibatannya secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya guna penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi bangsa. Meskipun tidak pula dipungkiri bahwa
pemuda sebagai objek pemberdayaan, yaitu mereka yang masih memerlukan bantuan,
dukungan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke
tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan secara
fungsional.
Dalam pendekatan ekosferis, generasi
muda atau pemuda berada dalam status yang sama dalam menghadapi dinamika
kehidupan seperti halnya orang tua. Generasi tua sebagai generasi yang berlalu
(passsing generation) berkewajiban
membimbing generasi muda sebagai generasi penerus, mempersiapkan generasi muda
untuk memikul tanggung jawabnya yang semakin kompleks. Di pihak lain, generasi
muda yang penuh dinamika, berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang
makin melemah, di samping memetik buah pengalaman generasi tua. Dalam hubungan
ini, generasi tua tidak dapat mengklaim bahwa merekalah satu-satunya penyelamat
masyarakat dan negara.
Pemuda memiliki peran yang lebih berat karena
merekalah yang akan hidup dan menikmati masa depan. Sejarah memperlihatkan
kiprah kaum muda selalu mengikuti setiap tapak-tapak penting sejarah. Pemuda
sering tampil sebagai kekuatan utama dalam proses modernisasi dan perubahan.
Dan biasanya pula pemuda jenis ini adalah para pemuda yang terdidik yang
mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat
kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya.
Angkatan 1908 mendapat inspirasi
dari asiatic reveil (kebangkitan bangsa-bangsa Asia) akibat kemenangan Jepang
terhadap Rusia pada tahun 1904-1905, sehingga mulai tumbuh kesadaran sebagai
bangsa. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda berikrar untuk
mengakui satu bangsa Indonesia. Angkatan 1945 menjadi angkatan yang mendorong
lahirnya negara baru bernama Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945. Angkatan 1966 melakukan koreksi terhadap kepemimpinan nasional
yang dipicu oleh pemberontakan PKI. Angkatan 1966 juga dianggap sebagai
penyelamat atas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Angkatan 1974
menjadi angkatan yang mengoreksi kebijakan pemerintah Orde Baru hingga Angkatan
1998 sebagai pendobrak otokrasi yang dilakukan oleh Presiden Soeharto. Lewat
gerakan Reformasi, kembali peran pemuda diharapkan muncul sebagai ‘penyelamat
krisis’ bangsa.
Melihat peran pemuda tersebut,
posisi pemuda sebagai salah satu elemen bangsa adalah sangat urgen. Krisis
ekonomi yang merembet ke krisis multidimensi ini belum berakhir. Pemuda yang
menjadi penggerak pada setiap zamannya, kembali dituntut untuk tampil, meski
tantangan yang dihadapi selalu berbeda.
Indonesia Baru: Generasi Pemimpin Politik 2014
Pasca
riuhnya pemilihan legislatif dan pemilu presiden, harapan masyarakat yang
menyeruak semakin membesar. Tidak kita pungkiri,
semua lini kehidupan bangsa ini diputuskan dan dibijaki pertarungan yang
bernama politik. Sejatinya, inilah pergumulan antara yang baik dan buruk, yang
bersih dan kotor, dan antara yang benar dan salah. Baru saja rakyat Indonesia
telah menyaksikan moment pergantian pemimpin politik bangsa ini baik DPRD mapun
DPR RI, tentunya harapan harapan baru mereka juga munjul seiring dengan maslah
di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilu
bukan hanya sekedar pesta demokrasi, namun bisa dilihat sebagai evaluasi
mengenai keputusan kita terhadap pemimpin yang lalu, sehingga hasil tersebut
dapat menjadi pijakan putusan kita untuk memilih pemimpin yang akan datang. Harapan
Indonesia baru terletak di tangan para pemimpin-pemimpin yang akan dihasilkan
ini. Pemimpin Indonesia baru itu bukanlah orang lama, sistem yang lama, lalu
dibingkai dengan kemasan yang baru. Pemilu memberikan kesempatan kepada kita
untuk memulai sesuatu yang baru –Indonesia Baru- lewat gagasan-gagasan mereka
yang terbarukan. Katakalah itu sebagai gagasan Indonesia Emas, Indonesia
Unggul, dan semacamnya. Disinilah letak peran semua warga membangun demokrasi
Indonesia demi penyehatan bangsa ini di masa yang akan datang. Dimulai dengan
partisipasi publik secara menyeluruh.
Secara umum, dari segi usia, pemilih Indonesia sebetulnya
tergolong muda. Yang berusia di bawah 50 tahun berjumlah tak kurang dari 70
persen dari seluruh pemilih. Para pemilih ini sudah cukup lama tersosialisasi
dengan demokrasi dalam era reformasi, yaitu sejak mereka berusia 35 tahun
(sejak 1998) atau lebih muda lagi. Dengan kata lain, bahkan pemilih tertua di
kelompok 70 persen ini telah mengalami dan terekspos dengan nilai- nilai dan
praktik demokrasi sejak usia yang sangat muda. Tidaklah mengherankan jika
sebagian besar pemilih menunjukkan sikap dan atau penilaian terhadap politik
dan demokrasi yang tak berbeda jauh dengan rekan-rekan mereka di negara
demokrasi lain. Mereka umumnya memiliki cara berpikir yang terbuka (open minded), kritis, dan kosmopolitan.
Mereka juga cenderung bergaya hidup urban dan lebih religius. Tak kalah
penting, mereka cukup sadar dengan dan mengikuti sejumlah perkembangan politik
nasional.
Seperti di negara demokrasi lain, dukungan kaum muda terhadap demokrasi sangat
tinggi. Lebih dari 70 persen dari mereka mendukung dan menganggap demokrasi
cocok untuk Indonesia (Liddle dan Mujani, 2013). Menurut data Saiful Mujani
Research and Consulting (SMRC), angka ini lebih tinggi dibandingkan dukungan
rakyat Indonesia secara umum kepada demokrasi (69 persen). Dalam demokrasi di
Asia, dukungan ini lebih rendah dibandingkan Taiwan (74,8 persen) dan Korea
(82,2 persen), tetapi lebih tinggi dibandingkan Filipina (62,4
persen).
Sedikit berbeda dengan generasi yang
lebih dewasa ketika rezim Soeharto jatuh, kaum muda atau pemilih yang saat ini
berusia 25 tahun ke bawah memiliki sikap dan gaya hidup tersendiri. Beberapa
sikap menonjol mereka adalah kurang perhatian pada masalah-masalah nasional
(57,4 persen, Kompas, 2011). Karakteristik menonjol yang lain yang
dimiliki pemuda adalah ketergantungan pada teknologi. Tidak kurang dari 14 jam
per minggu mereka habiskan untuk kegiatan yang terkait dengan teknologi
(Nielsen, 2011).
Dengan sejumlah karakteristik ini, dapat dikatakan, politik
dan demokrasi bukan hal asing bagi kaum muda. Dengan memperhatikan sikap dan
kecenderungan mereka, peristiwa politik dan demokrasi, termasuk pemilu, dapat
dijadikan media sosialisasi yang lebih jauh sehingga pendalaman dan praktik
demokrasi dapat terus terpelihara untuk masa menengah dan panjang. Walhasil,
pada gilirannya kaum muda ini dapat menjadi aktor yang berperan penting dalam
penyebaran nilai-nilai dan praktik demokrasi di Indonesia. Konsolidasi
demokrasi, karenanya, memperoleh jalannya untuk terus melaju. Dukungan politik
kaum muda pada Pemilu 2014 tampaknya juga tak akan berbeda jauh dengan
kecenderungan pemilih Indonesia secara umum. Pesan pokoknya sama: kaum muda,
seperti rakyat Indonesia umumnya, ingin praktik politik yang lebih demokratis,
kepemimpinan alternatif, dan lebih muda Tren dukungan itu cukup stabil selama
lebih dari setahun terakhir (SMRC, 2012, 2013). Sebanyak 50-60 persen dukungan
kaum muda tersebar hampir merata di empat partai PDI-P, Golkar, Demokrat, dan
Gerindra.
Penulis :
Sekjen IKAMC. Ikatan Mahasiswa Cilangkahan (IMC) Kabupaten Lebak
Ketua Kajian Strategis Keluarga
Mahasiswa Banten (KMB) Bogor.
Mahasiswa Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB)
0 comments:
Post a Comment