Oleh
: Ikmaludin, SP
Sesungguhnya
Allah Ta’ala mengkhususkan bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lainnya dengan
keutamaan yang agung dan keistimewaan yang banyak. Bulan ramadhan merupakan sebaik-baiknya bulan. Karena didalamnya
terdapat ibadah puasa yang ditunggu-tunggu umat Islam seluruh dunia. Bulan penuh berkah tersebut menjadi istimewa
karena setiap kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya. Maka tidak heran jika pada saat itu umat
Islam berlomba-lomba dalam kebaikan. Ibadah puasa disebut juga dengan ibadah
multi-dimensi yang mana di satu sisi puasa mendidik para pelakunya agar meningkatkan
kapasitas ketaqwaan dirinya (kesolehan indvidual) kepada Sang Maha Pencipta.
Namun di sisi lain puasa mendidik para pelakunya agar meningkatkan kesholehan
sosial, yang berhubungan langsung dengan manusia (muamalah maannas). Puasa yang kaya dengan aspek nilai-nilai
sosial diharapkan dapat memberikan manfaat pada masyarakat lingkungannya.
Bila kita berfikir sejenak, apa makna filosofis yang mampu menyihir
jutaan umat Islam di seluruh penjuru dunia menjalankan ibadah puasa ini ?
Dibalik itu semua ternyata ada sebuah kekuatan besar yaitu Sang Khalik. Ketika
Allah SWT menyuruh (mensyariatkan) umat-Nya untuk menjalankan suatu ibadah tentu
ada tujuan dan hikmah dibalik itu semua. Bila kita cermati dalam setiap apa
yang diperintahkan dalam puasa maka kita akan menemukan banyak pelajaran yang
menyangkut nilai-nilai sosial. Maka dari itu sebelum melaksanakan ibadah puasa
hendaknya kita mengetahui makna-maknAnya sehingga apa yang nanti kita kerjakan
bisa kita hayati dan bermanfaat.
Di samping kita mengetahui tujuan dari ibadah puasa tersebut, hal
pertama yang harus dilakukan adalah meluruskan niat (semata-mata karena Allah).
Dikatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwasannya segala
perbuatan itu tergantung pada niatnya. Karena niat merupakan unsur yang paling
menentukan apakah ibadah tersebut diterima atau ditolak. Jika niat mereka tidak
lurus hanya atas motif riya’ kepada sesama atau hanya ingin dipuji bahwa
dia melakakan ibadah puasa maka gugurlah nilai-nilai puasa. Dan merupakan suatu
kesiasian melaksanakannya.
Tidak sedikit dari mereka yang melaksanakan ibadah puasa, yang
didapat hanyalah rasa lapar dan haus. Hal tersebut dikarenakan sebab yang utama
yaitu niat yang tidak lurus. Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Muhammad SAW
yang diriwayatkan oleh At-Thabrani “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia
tidak mendapatkan dari puasanya melainkan hanya rasa lapar dan dahaga”.
Mereka berubah total dalam kehidupannya. Berpuasa dari pagi hari
sampai sore hari hanya ingin dibilang berpuasa, shalat berjamaah ke masjid
dengan rasa ingin dipuji, berpakaian yang rapi dengan harapan mendapatkan
simpati dari masyarakat dan bersedekah hanya ingin diakui bahwa dia dermawan.
Apakah ini yang disebut dengan puasa ?
Tentu saja tidak, ibadah puasa lebih dari pada itu. Seseorang akan
disebut berpuasa apabila ia meluruskan niatnya dari hal-hal yang membatalkan
puasa baik itu dari aspek rohani maupun jasmani. Aspek rohani para pelakukunya
dituntut untuk menjauhkan dari sifat-sifat riya’, sombong, dusta, prasangka
buruk dan jauh dari hal-hal negatif lainnya. Sedangkan dari aspek jasmani
seseorang dituntut untuk makan dan minum selama berpuasa, bersenggama,
berkelahi dan lain sebagainya. Karena melanggar salah satu aspek tersebut akan
mengurangi nilai-nilai puasanya atau bahkan gugur puasanya. Puasa di atas
seperti manusia tanpa ruh tidak mempunyai makna apa-apa. Begitu juga sebaliknya
orang mempunyai niat tulus akan tetapi tidak mengetahui tata cara (kaifiyah)
melaksanakan ibadah puasa dengan baik dan benar
Hemat penulis sebelum berpuasa hendaknya umat Islam mengetahui
hakekat puasa dan tujuannya. Jangan sampai ibadah yang kita kerjakan hanya menghilangkan
kewajiban semata atau hanya rutinatas semata dan kering makna. Tujuan puasa
tidak hanya menyangkut kepentingan trasnsidental semata (interaksi mansia
dengan Allah).
Syarat dan rukun puasa senantiasa membimbing para pelakunya untuk
untuk membentuk karakter, kepribadian dan etika interaksi antara manusia. Oleh
sebab itu, memahami hakikat puasa berarti kita belajar untuk menjadi manusia
paripurna yang dapat memberikan keshalehan sosial bagi di sekitarnya.
Keshalehan individual harus berbanding lurus dengan keshalehan sosial itulah
misi Islam yang terbesar rahmatan lil ‘alamain (blessing for all creation).
Sahur senantiasa membekali para umat Islam untuk sehat jasmani dan
rohani sebelum ia melaksanakan aktifitasnya pada pagi harinya, tidak mengeluh,
selalu rendah hati, positif tingking kepada setiap orang, murah senyum dan siap
untuk memberikan nafkah kepada keluarganya.
Imsak dan puasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari
memberikan pelajaran kepada manusia agar ia selalu menahan dari hal-hal yang
tidak manusiawi atau menahan hawa nafsu seperti sombong, iri hati, menggunjing orang, korupsi,
berzina, dan selalu menjaga seluruh anggota badan dari kemaksiatan.
Berbuka puasa selalu mendidik manusia untuk bersyukur terhadap
nikmat yang diberikan Sang Maha Kuasa, berbagi terhadap sesama, dan tidak tamak
terhadap kekayaan. Karena yang pantas kaya adalah Allah SWT. Harta yang ada di
dunia ini milik Dia, harta kita hanyalah titipan untuk kita jaga dan digunakan
sesuai dengan perintah-Nya yang telah disyariatkan.
Tarawih, mengilhami hidup ini untuk selalu hidup bersama,
berdampingan dan saling membantu satu sama lain. Dengan hidup bersama tidak
individualistik membuat hidup ini terasa indah. Kebersamaan akan membuat hidup
lebih hidup dan bermakna.
Penulis :
Ikmaludin, SP
- Sarjana Pertanian Untirta
- Mahasiswa Pascasarjana IPB
- Pengurus KMB Bogor
- 087772043630/5CE3CEAF)
Redaktur :
Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Bogor
- Dasir Ibnu Asmad / Ketum KMB Bogor (085719169522/5430bb47)
- Wakyudi, M.Si/ Ketua Bidang Kastrad (28C24B3F)
2 comments:
Mantap ka hajiii
Mantap ka hajiii
Post a Comment